Senin, 27 Juni 2011

HAK dan kEWAJIBAN SUAMI ISTERI

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah perjanjian hidup bersama antara dua jenis kelamin yang berlainan untuk menempuh kehidupan rumah tangga. Dari mulai mengadakan perjanjian melalui akad, kedua pihak telah terikat dan sejak saat itulah mereka mempunyai kewajiban dan hak-hak yang tidak meereka miliki sebelumnya, yaitu sebelum mereka mengikatkan dirinya dengan pasangan hidupnya.
Adapun setelah hal ini terjadi, maka muncullah hak-hak dan kewajiban antar suami istri. Dimana keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi antara kewajiban suami dengan hak istri, antara kewajiban istri dengan hak suami. Yang pada akhirnya akan membawa kehidupan suami istri akan seimbang dan menumbuhkan rasa memiliki, menghargai dan memelihara tali kekeluargaan yang sejahtera hingga memperoleh kebahagiaan.
Dalam pembahasan ini, kami akan memaparkan mengenai hak suami istri dan kewajiban suami istri yang keduanya saling ketergantungan dalam kebutuhan rumah tangga. Adapun kewajiban suami etrhadap istrinya istri ada dua macam, yaitu kewajiban bersifat materiil dan bersifat immateriil. Dalam bab ini, terdapat uraian yang mudah-mudahan dapat difahami.

1.2              Rumusan Masalah
Suami wajib mempergunakan haknya secara hak, dan dilarang menyalahgunakan haknya, disamping itu dia wajib menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Sehingga dapat diambil rumusan, bahwa :
1.      Apa yang menjadi kewajiban suami terhadap istri? Dimana hal ini berkesinambungan dengan hak bagi istri.
2.      Apa yang menjadi kewajiban istri terhadap suami? Dimana hal ini dapat menjadikan hak suami terpenuhi.
3.      Apa saja macam-macam dari kewajiban dan hak suami istri?
4.      Menjelaskan dua kriteria kewajiban yang bersifat materiil dan immateriil.

1.3              Tujuan Penulisan
Secara garis besar, pemahaman dalam makalah ini dapat memberikan gambaran bahwa disamping hak suami ada juga hak istri yang didapatkan dari kewajiban suami terhadap istri. Jadi, apabila terjadi perselisihan dalam keluarga, semata-mata adalah hak suami atau istri yang tidak atau belum terpenuhi oleh pasangannya. Bida berupa jasmani maupun rohani.

PEMBAHASAN

A.     Kewajiban suami terhadap hak istri
1.      Kewajiban yang bersifat materiil
Bisa disebut kewajiban zhahir atau yang merupakan harta benda, termasuk mahar dan nafkah.
a.      Mahar adalah apabila akad perkawinan telah terlaksana, suami diwajibkan memberikan suatu pemberian kepada istrinya. Dasar hukumnya adalah firman Allah QS. An-Nisa(4):4
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 ......
4.  Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]...
[267]  pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, Karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
Adapun wujud mas kawin itu bukanlah untuk menghargai atau menilai bahkan membayar wanita, melainkan sebagai bukti bahwa calon suami sebenarnya cinta kepada istrinya, sehingga dengan suka rela hati dia mengorbankan hartanya untuk diserahkan kepada istrinya.
Adapun menyebutkan mahar dalam akad perkawinan adalah sunat hukumnya. Karena Nabi sering menyebutkannya waktu melakukan akad perkawinan. Ini dicontohkan dalam suatu hadits Nabi, ketika beliau mengawinkan putrinya yang bernama Fatimah dengan ‘Ali. Hadirs Riwayat Abu Daud dan Nasaai. Mahar yang disebutkan dalam akad disebut mahar musamma, dan mahar yang tidak disebutkan dalam akad disebut mahar mitsli[1].
Mahar adalah merupakan hak istri, oleh karena itu tidak seorang pun yang boleh menghalang-halangi istri mempergunakan mahar tersebut. Mahar bisa berupa apa saja yang bernilai dan halal lagi bermanfaat. Dari segi bentuk dibagi dua, ada berbentuk barang dan berbentuk jasa.[2]
b.      Nafkah adalah mengeluarkan atau melepaskan, menurut ulama fiqih, nafkah adalah mengeluarkan pengongkosan terhadap orang yang wajib dinelanjainya berupa roti, sambal, tempat tinggal (rumah), dan apa-apa yang bersangkutan dengan itu seperti harga air, minyak, lampu, dan lain-lain. QS. Al-Baqarah(2): 233, dan sabda Nabi Saw. Berdasarkan hadits shahih:
“dan bagi mereka (istri-istri) atas kamu tanggungan rezeki (nafkah) mereka dan pakaian merena dengan cara yang ma’ruf”.[3]
Waktu wajib nafkah menurut imam malik, bila suami megngauli istrinya. Menurut Abu Hanifah dan Syafi’i, suami belum dewasa, wajib memberi nafkah kepada istri yang sudah dewasa, suami dewasa tidak harus menafkahi istri yang belum dewasa. Syafi’i mempunyai dua pendapat, pendapat pertama sama dengan imam malik, pendapat kedua, istri berhak memperoleh mafkah betapapun juga keadaannya. Beda pendapat ini karena apakah nafkah itu pengganti kelezatan suami atau karena istri tertahan suami, sebagaimana halnya pada suami yang berpergian jauh atau sakit.
Besarnya nafkah memang tidak ada batasnya, sedangkan pemberian makanan itu ada batasnya. Besar nafkah tidak ditentukan berdasarkan ketentuan syara’, tetapi berdasarkan keadaan masing-masing suamu istri dan ini akan berbeda berdasarkan perbedaan tempat, waktu dan keadaan. Jumhur fuqoha berpendapat bahwa suami “wajib” memberi pelayan istri, jika istri tersebut termasuk orang yang tidak bisa mandiri. Pendapat lain, bahwa kebutuhan rumah tangga jadi tanggungan istri (setelah memperoleh nafkah).
Orang yang menerima nafkah adalah istri yang merdeka dan bukan musyiz. Pengertian nafkah sebagai suatu imbangan kenikmatan (yang diperoleh suami), menghendaki tidak adanya nafkah bagi istri yang membangkang. Adapun orang yang wajib membayar nafkah adalah suami yang merdeka dan berada di tempat.
c.       Adapun pembagian waktu, hal ini berlaku apabila suami yang mempunyai istri lebih dari satu. Dimana seorang suami harus bisa perlakukan adil dalam hal waktu terhadap hak istri-istrinya.

2.      Kewajiban yang bersifat immateriil
Bisa disebut kewajiban bathin seorang suami terhadap istri, yaitu:
a.      Memimpin istri dan anak-anaknya. Dalam an-Nisa(4):34
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# ......
34.  Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,.........

Tugas pimpinan rumah tangga menyangkut segala aspek kehidupan keluarga. Seperti layaknya pemimpin, laki-laki wajib mengawasi, melindungi, mendidik, serta mengajari hal-hal yang tidak diketahui istri atau anak-anaknya, terutama dalam hal masalah agama.
b.      Bergaul dengan Istrinya dengan cara Baik. Dalam QS. An-Nisa(4):19
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ
19.  Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[4] dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[5]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Bergaul disini bisa dikatakan bahwa suami wajib bersenggama dengan istrinya seperti QS. Al-Baqarah(2):223 yang artinya: “Istr-istrimu adalah(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki....”.  kemudian brgaul bisa dikatakan bahwa suami wajib menjaga dan memelihara istrinya. Seperti pada QS. At-Tahriim:6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka....”.
c.       Suami harus menyimpan rahasia rumah tangga, terutama sekali rahasia kamarnya. Dan suami harus tahu masalah haidh dan nifas istri, karena disaat istri mengalami hal tersebut, maka dibutuhkan pengertiannya dari sang suami.

B.      Kewajiban istri terhadap hak suami
Agama islam memberikan peraturan-peraturan tentang kewajiban suami, begitu juga istri harus melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya, dan ini merupakan hak bagi suami. Kewajiban-kewajiban istri terhadap suami tidak ada yang berupa materi. Diantaranya :
1.    Istri harus patuh kepada suaminya. Dalam QS. An-Nisa: 34 bahwa “Istri-istri yang shaleh ialah yang taat(kepada Allah) lagi memelihara diri (dari berlaku curang) dibalik pembelakangan suaminya. Oleh karena itu Allah telah memeliharanya....”. dan dalam hadits Nabi Saw. “wanita yang lebih baik adalah yang menggembirakan apanila di pandang, dan patuh bila disuruh, dan tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya”.
2.    Harus mematuhi hasrat seksuil suami.[6]
3.    Harus jujur memelihara amanah suami.
4.    Harus memelihara hubungan baik dengan keluarga suami dan karib kerabat suaminya. Ketentuan ini adalah penjabaran dari QS. An-Nisa:36, yaitu “dan berbuat baiklah kepada Ibu, Bapak, dan kepada karib kerabat...
5.    Harus sopan santun kepada suaminya.
6.    Harus bertanggung jawab mengurus dan mengatur rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
7.    Istri harus gembira.[7]
8.    Istri harus menyusui dan melaksanakan urusan-urusan rumah tangga, bila istri di talak, maka tidak ada kewajiban, kecuali jika anak (bayi) hanya dapat menerima air susunya saja. Dalam hal ini istri juga harus mengurus dan memelihara anaknya.

C.      Hak dan Kewajiban Menurut Undang-undang
Salah satu prinsip yang dianut undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah prindip memperbaiki derajat kaum wanita. Yang mengemukakan pengamatan sejarah kemanusiaan, yaitu pelecehan terhadap harkat kewanitaan. Hal-hal negatif itulah yang hendak dihilangkan melalui undang-undang perkawinan. Pria maupun wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama melalui pasal-pasal dalam undang-undang ini.
1.      Kemungkinan dibuatnya perjanjian perkawinan dengan isi yang dikompomikan berdua secara musyawarah, seperti dijelaskan dalam BAB V, perjanjian perkawinan pasal 1, 2, 3. Selama perkawinan itu berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
2.      Kesamaan hak dan kewajiban, yaitu bahwa pria maupun wanita sama mempunyai hak dan kewajiban yang implememntasinya sesuai kodrat masing-masing. Ini dijabarkan melalui pasal-pasal di dalam perundang-undangan BAB V, Hak dan Kewajiban Suami Istri pada pasal 30 sampai pasal 34 dan pasal 41 huruf b dan c.
Dalam KHI, masalah hak dan kewajiban suami istri, dijelaskan dalam bab XII tentang hak dan kewajiban suami istri, terdiri dari pasal 77 dan 78 (secara umum). Kedudukan suami istri pasal 79 dengan 3 ayat. Kewajiban suami pasal 80 dengan 7 ayat. Tenatang kediaman, pasal 81 dengan 4 ayat. Kewajiban suami yang beristri lebih dari seorang, pasal 82 dengan 2 ayat. Kewajiban istri pada pasal 83 dengan 2 ayat dan 84 dengan 4 ayat.
Adapun tentang harta kekayaan, bila terjadi perceraian diatur dalam bab XII tentang harta kekayaan dalam perkawinan, terdiri dari 13 ayat, dari pasal 85 sampai pasal 97.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban seorang suami terhadap istri berbanding lurus dengan hak istri. Dan kewajiban istri juga menghasilkan hak yang diperoleh suami. Bila dilihat, kewajiban istri terhadap suami lebih banyak dibandingkan dengan hak istri terhadap suami. Namun, hal itu tidak menjadikan suami terus meminta haknya terhadap istri, malah justru suami harus bisa menghargai istri.
Istri yang menjaga suami, suami pun juga harus menjaga istri, selaku pemimpin keluarga. Dimana keluarga adalah inti terkecil dari interaksi sosial, dan merupakan organisasi pertama serta mendasar dalam membangun bangsa yang sejahtera, aman serta tentram.
Selain itu, untuk menjadi wanita yang baik terhadap suaminya sangat tidak mudah, dan suami pun harus bisa mengurus istrinya berperilaku shalehah. Oleh karenanya, suami harus membimbing istrinya terutama dalam hal agama. Karena sebaik-baiknya istri, adalah istri yang shalehah. Perhiasan dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Kariim
Ibn Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Jilid II. Semarang: Asy-syifa.
Drs. Rahmat Hakim, Hukum Perhawinan Islam.2000.Bandung: CV. Pustaka Setia.
Drs. Ahmad Rofiq, M.A., Hukum Idlsm di Indonesia.1997.Jakarta: Raja Grafindo., Cet ke-2.
Dra. Firdaweri., hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan karena ketidak-mampuan Suami menunaikan kewajibannya.1989.Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya. Cet ke-1.
Undang-undang No 1 tahun 1974
Kompilasi Hukum Islam


[1] Mahar mitsli adalah sejumlah mas kawin yang bersamaan atau sepadan dengan mas kawin yang pernah diterima oleh perempuan-perempuan dari sanak famili istri yang setaraf dengannya dan sesuai dengan pandangan serta kebiasaan masyarakat setempat.
[2] Lebih Lanjut lihat Dra. Firdaweri., hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan karena ketidak-mampuan Suami menunaikan kewajibannya., hal. 17
[3] Lihat Ibn Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Jilid II. Hal. 461
[4] ayat Ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.
[5] Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.
[6] Lihat Dra. Firdaweri., hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan karena ketidak-mampuan Suami menunaikan kewajibannya. Hal. 38
[7] Lihat Dra. Firdaweri., hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan karena ketidak-mampuan Suami menunaikan kewajibannya. Hal. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar